Sabtu, 17 Desember 2016

Monumen Kapal Selam Surabaya

Monumen Kapal Selam atau biasa disingkat dengan Monkasel, berlokasi di tepi Kali Mas, di pusat kota Surabaya. Lebih tepatnya di sebelah Plaza Surabaya yaitu berada di Jalan Pemuda No 39.

Monumen ini sebenarnya adalah kapal selam sungguhan yaitu KRI Pasopati 410, salah satu armada Angkatan Laut Republik Indonesia buatan Uni Soviet tahun 1952 dengan tipe Whiskey Class. Kapal ini pernah ikut berperan dalam Pertempuran Laut Aru tentang Irian Barat dengan Belanda.
Monumen Kapal Selam di resmikan tanggal 27 Juni 1998, untuk memperingati keberanian para pahlawan Indonesia, kemudian kapal ini di bawa ke darat. Namun untuk membawa kapal selam ke tengah kota Surabaya tidaklah mudah, kapal selam tersebut dipotong menjadi 16 bagian dan selanjutnya dibawa ke area Monumen Kapal Selam kemudian dirakit kembali dan di jadikan monumen.
Ada beberapa ruangan antara lain :
  • Ruang torpedo haluan yang di lengkapi dengan 4 peluncur torpedo
  • Ruang periskop yang juga berfunsi sebagai Pusat Informasi tempur
  • Ruang Tinggal Perwira
  • Ruang ABK (Anak Buah Kapal)
  • Ruang torpedo buritan
  • Ruang listrik
  • Ruang diesel
Di antara ruang di pisah dengan pintu kedap air, di dalam ruangan hawanya cukup panas. Saat melakukan operasi, para awak kapal selam ini harus mampu menahan suhu udara yang cukup panas di dalam kapal. Meski mendapat pasokan oksigen yang cukup, namun kapal ini tidak dilengkapi pendingin udara.
Tentu mengunjungi Monumen Kapal Selam atau Monkasel bisa menjadi wisata keluarga yang mendidik. Anda dan keluarga bisa lebih tahu tentang salah satu armada laut Indonesia yang kuat yaitu kapal selam.

Fasilitas

Di Monumen Kapal Selam juga terdapat berbagai fasilitas, antara lin, kamu bisa menonton film di Video Rama yang menyajikan sejarah kapal selam di Indonesia, ataupun menikmati sajian musik di panggung terbuka pada hari sabtu dan minggu.
Terdapat tempat untuk pemutaran film yang menampilkan proses peperangan di Laut Aru. Sedangkan di pinggir Kali Mas yang juga masih di dalam area monumen kamu bisa berolahraga di jogging track yang disediakan selain itu terdapat pula kios makanan yang menyediakan berbagai macam masakan.

Akses

Lokasi monumen ini tidak jauh dari pusat kota Surabaya. Akses ke tempat ini sangat mudah. Bisa menggunakan kendaraan pribadi atau angkutan umum.
Bila menggunakan kereta, Anda hanya perlu berjalan kaki sekitar 100 meter dari pintu belakang Stasiun Gubeng.
Bila menggunakan bus, dari Terminal Bungurasih, Anda bisa naik bus kota jurusan Gubeng-THR.

Jam buka

Hari Senin-Jumat : buka mulai pukul 08.00 hingga pukul 20.00 WIB. Hari Sabtu-Minggu : buka mulai pukul 08.00 hingga pukul 21.00 WIB.

Biaya tiket masuk

Tiket masuk ke monumen ini Rp 5.000 per orang.

House of Sampoerna Surabaya

Museum House of Sampoerna menempati bangunan tua buatan tahun 1864 yang memiliki dua buah lantai. Lantai pertama berfungsi sebagai ruang pamer dan lantai kedua berfungsi sebagai tempat penjualan souvenir. Bangunan di lantai pertama terdiri dari tiga buah ruangan. Ruangan pertama berisi replika sebuah warung sederhana bernuansa ndeso milik pendiri PT Sampoerna, yaitu Liem Seeng Tee dan istrinya, Siem Tjiang Nio. Replika warung sederhana tersebut lengkap berisi stoples makanan, keranjang buah-buahan, serta cengkeh dan tembakau sebagai cikal-bakal perusahaan rokok ini. Di depan replika warung teronggok tembakau dari berbagai daerah, mungkin inilah sumber bau yang menyerbak ke seluruh ruangan. Tembakau-tembakau terbaik dari berbagai daerah inilah yang kemudian akan diolah menjadi produk rokok keluaran Sampoerna. Salah satu onggokan tembakau tersebut berasal dari daerah Temanggung yang memang terkenal dengan kualitas tembakaunya yang super.


Beranjak ke koleksi selanjutnya terdapat dua buah sepeda tua yang digunakan pendiri Sampoerna untuk berdagang ketika masih muda. Sepeda tersebut memang memiliki nilai historis yang tinggi bagi pemiliknya. Merekalah saksi bisu perjuangan Liem Seeng Tee kecil yang memulai hidup mandiri dengan bekerja keras semenjak masih kecil. Di ruangan ini juga dipamerkan replika tempat penyimpanan tembakau, alat pengolah tembakau sederhana. Di bagian kanan ruangan menampilkan properti ruang kerja, properti ruang keluarga Liem Seeng Tee selama menjalankan perusahaannya. Ada pula koleksi kebaya serta foto keluarga dari masa ke masa.




Ruangan kedua lebih banyak berisi koleksi foto-foto keluarga serta direksi PT HM Sampoerna dari masa ke masa. Di ruangan ini juga dipamerkan sebuah buku mengenai tembakau. Ada pula barang-barang seperti koleksi alat pemantik rokok dengan berbagai macam bentuk. Lanjut ke ruangan ketiga, kita akan diperkenalkan dengan alat dan bahan untuk meracik rokok. Campuran bahan untuk membuat rokok memang cukup rumit sehingga dapat dihasilkan sebuah rokok dengan aroma serta cita rasa yang enak. Ada pula replika warung rokok yang sering kita temui di pinggir-pinggir jalan pada jaman tahun 90-an sampai awal tahun 2.000-an. Merekalah ujung tombak penjualan rokok keluaran pabrik Sampoerna. Di ruangan ini kita juga diperkenalkan dengan produk-produk rokok produksi Sampoerna, baik yang dipasarkan di Indonesia maupun yang sudah mendapatkan lisensi di beberapa negara.

Koleksi unik lainnya adalah peralatan marching band yang dipamerkan di museum ini. Marching band binaan Sampoerna ini memiliki prestasi hingga dunia internasional. Namun sayang, semenjak Desember 1991 kegiatan marching band binaan Sampoerna ini resmi dihentikan. Kita dapat menikmati rekam jejak marching band  binaan Sampoerna ini lengkap dari layar monitor sentuh yang disediakan.

Lantai kedua Museum House of Sampoerna merupakan tempat penjualan merchandise Sampoerna. Dari ruangan ini kita juga dapat melihat kegiatan para pekerja pabrik yang sedang melinting rokok, di mana rata-rata pekerja pelinting rokok adalah kaum perempuan. Kecepatan mereka dalam melinting rokok sangat luar biasa. Dalam waktu satu jam mereka dapat melinting sekitar 325 buah batang rokok. Bisa dibayangkan kecepatan mereka dalam melinting batang rokok? Namun sayang, di lantai dua ini kita tidak diperbolehkan untuk mengambil gambar.

Secara keseluruhan Museum House of Sampoerna ini memang sangat recomended untuk dikunjungi. Selain memiliki koleksi yang menarik, tata ruang, hingga display museum pun dibuat cukup apik. Keunikan lain dari museum ini adalah jam bukanya yang setiap hari bahkan hingga malam hari. Bagi Anda yang sedang berkunjung di Kota Surabaya, tak ada salahnya untuk mampir sejenak ke Museum House of Sampoerna ini.

keterangan :
  • Museum House of Samperna buka dari hari Senin sampai Minggu dari pukul 09.00 sampai 22.00 WIB dengan tarif masuk gratis
  • alamat museum : Taman Sampoerna No 6, Krembangan, Pabean Cantikan, Surabaya
  • telepon : +6231 353 9000 fax : +6231 353 9009 
  • website : www. houseofsampoerna.museum
  • fasilitas : toilet umum, ruang pamer galeri seni, rumah makan (a cafe)
  • Cara menuju Museum House of Sampoerna ini cukup mudah. Dari Terminal Purabaya langsung cari bus kota tujuan Jembatan Merah Plaza. Dari Jembatan Merah Plaza dapat dilanjutkan dengan becak maupun berjalan kaki. Tarif bus kota Purabaya - Jembatan Merah Plaza : Rp 4.500,00 sedangkan becak dari Jembatan Merah Plaza menuju Museum House of Sampoerna : Rp 10.000,00 (data Juni 2013)

Museum Bank Indonesia Surabaya

Berwisata di Surabaya kota lama, tidaklah lengkap tanpa berwisata ke Museum Bank Indonesia Surabaya. Museum ini terletak di wilayah Surabaya Utara, dan nama awal gedung ini adalah De Javasche Bank. Museum ini terletak di Jalan Garuda No 1 yang tempatnya tidak jauh dari pusat perbelanjaan Jembatan Merah Plaza.




De Javasche Bank adalah bank yang didirikan oleh pemerintah Belanda pada tanggal 24 Januari 1828 dengan pusat di Batavia. Sedangkan di Surabaya, pemerintah Belanda membuka cabang De Javasche Bank pada 14 September 1829 dengan menempati gedung De Javasche Bank. Kantor BI ini pernah dikuasai oleh pemerintah kolonial Jepang pada tahun 1942 dan De Javasche Bank itu baru beroperasi kembali pada 6 April 1946, setelah tentara Sekutu masuk dan berkuasa.
De Javasche Bank berubah menjadi Bank Indonesia pada 1 Juli 1953 dan untuk operasionalnya masih bertempat di gedung yang sama selama beberapa tahun. Sampai akhirnya pada tahun 1973, Bank Indonesia menempati kantor di Jalan Pahlawan 105 Surabaya, karena gedung ini tidak cukup luas untuk operasional perbankan di Bank Indonesia. Sampai saat ini, Bank Indonesia masih bertempat di gedung BI Jalan Pahlawan 105 Surabaya.




Pada tahun 2012, gedung De Javasche Bank berubah menjadi salah satu bangunan cagar budaya milik Bank Indonesia (BI) dan difungsikan untuk museum dan ruang pameran. Salah satu bagian dalam gedung ini yaitu bagian aula yang dapat menampung sekitar 500 orang dapat dipinjam oleh masyarakat umum dengan mengajukan permohonan ke pegelola untuk berbagai kegiatan seni, budaya dan pendidikan.
Gedung De Javasche Bank merupakan gedung yang terdiri dari 3 lantai. Dan yang digunakan sebagai museum dan ruang pamer adalah lantai dasar yang merupakan lantai bawah tanah atau basement. Ada beberapa ruangan yang berisi koleksi mata uang kuno, koleksi hasil konservasi dan koleksi pusaka budaya.




Di ruang koleksi uang kuno tersimpan berbagaai macam koleksi uang kuno dari jaman Belanda baik uang kertas dan koin yang disimpan didalam etalase yang berjajar. Di ruang selanjutnya yaitu ruang koleksi benda konservasi tidak terlalu banyak barang hanya ada meja yang menampilkan beberapa bahan bagunan gedung De Javasche Bank seperti keramik dan genteng. Sebelum naik ke lantai 2, dapat dijumpai mesin-mesin yang digunakan di dunia perbankan kuno berupa alat mesin pemotong uang, alat penghitung uang dan juga alat penghancur uang. Beberapa foto Surabaya tempo dulu juga ditampilkan dalam ruangan tersebut.
Di lantai 2, berupa aula yang saat ini sering digunakan untuk ruangan pameran seni dan budaya. Ruangan ini dapat digunakan oleh masyarakat umum dengan mengajukan surat peminjaman ruangan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dahulunya, ruangan luas ini digunakan untuk aktivitas perbankan penyimpanan dan penarikan uang oleh nasabah.




Lantai 3 dari gedung ini berupa ruang Arsip, namun ruangan ini tidak dibuka untuk umum, sehingga pengunjung museum hanya bisa sampai lantai 2 saja.
Jika ingin berkunjung ke museum bank Indonesia Surabaya, museum ini buka setiap hari kecuali hari Senin dengan jam buka mulai pukul 8 pagi sampai dengan 4 sore. Untuk masuk ke museum ini, pengunjung tidak perlu membayar tiket masuk, hanya mengisi buku tamu saja yang tersedia di meja resepsionis.

Museum Surabaya

Museum anyar yang bertempat di bekas gedung pertokoan Siola, Jalan Tunjungan, ini memang dibuka untuk umum sejak peresmiannya 3 Mei 2015 lalu. Meski belum banyak dipenuhi benda-benda bersejarah.




Menurut petugas, pengunjung per hari bisa mencapai angka 300-400 orang. Museum gratis ini dibuka sejak pukul 09.00-21.00 WIB. Karena posisinya yang berada di tengah kota, Museum Surabaya sangat mudah diakses menggunakan jenis transportasi apa saja.




Seperti yang disebutkan di awal, belum terlalu banyak jumlah benda bersejarah yang tersimpan dalam museum. Satu benda kuno yang menarik diantaranya adalah buku register catatan kelahiran dan register pencatatan perkawinan (tahun 1800an). Juga buku buku-buku administrasi dinas pendapatan tahun 1921-1970. Bahasa yang digunakan di buku register kebanyakan masih menggunakan bahasa Belanda. Dan kesemuanya menggunakan tulisan tangan yang sangat indah (bahkan saking indahnya sampai nggak terbaca oleh mata biasa). Dari begitu banyak buku tulis berukuran folio, tak bisa saya bayangkan bagaimana proses temu balik informasi yang digunakan oleh kantor-kantor pemerintahan saat itu. Di benak saya yang terbayang justru bagaimana hebatnya daya ingat para arsiparis dan pegawai kantor dinas gemeente Soerabatja di jaman itu. Dua kata, luar biasa.




Selain benda-benda yang menggambarkan kegiatan administrasi pencatatan pemerintahan Surabaya jaman kuno, di bagian sudut museum dipajang alat transportasi kota seperti bemo, bajaj, dan becak. Khusus becak jaman tahun 80-an dulu seingat saya ada dua jenisnya, becak siang (warna biru) dan becak malam (putih). Yang menarik, ada papan rambu yang bertuliskan larangan masuk selain kendaraan ABRI.
Di bidang kesehatan, beberapa rumah sakit di kota Surabaya tempo dulu menyumbangkan beberapa alkes-nya seperti mesin rontgen, meja persalinan, kursi pemeriksaan pasien dokter gigi, termasuk kursi roda pasien yang terbuat dari kayu. Unik.
Pihak Dinas Pemadam Kebakaran pun tak ketinggalan, di sebuah sudut menampilkan beberapa peralatan pemadam yang digunakan dari tahun ke tahun. Satu kejutan saat melihat sebuah foto yang menggambarkan proses pengambilan air saat terjadi kebakaran dengan latar belakang Gereja.
Sebagai satu tempat yang kelak diharapkan dapat menjadi pusat edukasi warga, di beberapa titik terlihat banyak karyawan yang mempersiapkan setting tempat untuk meletakkan benda-benda. Menilik luas gedung yang sedemikian, koleksi benda-benda kuno selayaknya terus ditambah. Dulu setahu saya eks Toko Siola ini terdiri dari 3 lantai. Jika pihak Pemkot sedemikian jeli memanfaatkan seluruh ruangan yang ada, saya yakin museum ini tak hanya bisa jadi pusat edukasi saja, namun bisa jadi tambahan destinasi rekreasi baru bagi warga Surabaya dan sekitarnya. Saat meninggalkan lokasi, pengunjung tak hanya mendapat tambahan informasi tentang sejarah kota Surabaya saja, namun juga dapat menikmati sisi lain entertain museum yang menarik, menyenangkan, sekaligus mengenyangkan.