Museum anyar yang bertempat di bekas gedung pertokoan Siola, Jalan Tunjungan, ini memang dibuka untuk umum sejak peresmiannya 3 Mei 2015 lalu. Meski belum banyak dipenuhi benda-benda bersejarah.
Menurut petugas, pengunjung per hari bisa mencapai angka 300-400 orang. Museum gratis ini dibuka sejak pukul 09.00-21.00 WIB. Karena posisinya yang berada di tengah kota, Museum Surabaya sangat mudah diakses menggunakan jenis transportasi apa saja.
Seperti yang disebutkan di awal, belum terlalu banyak jumlah benda bersejarah yang tersimpan dalam museum. Satu benda kuno yang menarik diantaranya adalah buku register catatan kelahiran dan register pencatatan perkawinan (tahun 1800an). Juga buku buku-buku administrasi dinas pendapatan tahun 1921-1970. Bahasa yang digunakan di buku register kebanyakan masih menggunakan bahasa Belanda. Dan kesemuanya menggunakan tulisan tangan yang sangat indah (bahkan saking indahnya sampai nggak terbaca oleh mata biasa). Dari begitu banyak buku tulis berukuran folio, tak bisa saya bayangkan bagaimana proses temu balik informasi yang digunakan oleh kantor-kantor pemerintahan saat itu. Di benak saya yang terbayang justru bagaimana hebatnya daya ingat para arsiparis dan pegawai kantor dinas gemeente Soerabatja di jaman itu. Dua kata, luar biasa.
Selain benda-benda yang menggambarkan kegiatan administrasi pencatatan pemerintahan Surabaya jaman kuno, di bagian sudut museum dipajang alat transportasi kota seperti bemo, bajaj, dan becak. Khusus becak jaman tahun 80-an dulu seingat saya ada dua jenisnya, becak siang (warna biru) dan becak malam (putih). Yang menarik, ada papan rambu yang bertuliskan larangan masuk selain kendaraan ABRI.
Di bidang kesehatan, beberapa rumah sakit di kota Surabaya tempo dulu menyumbangkan beberapa alkes-nya seperti mesin rontgen, meja persalinan, kursi pemeriksaan pasien dokter gigi, termasuk kursi roda pasien yang terbuat dari kayu. Unik.
Pihak Dinas Pemadam Kebakaran pun tak ketinggalan, di sebuah sudut menampilkan beberapa peralatan pemadam yang digunakan dari tahun ke tahun. Satu kejutan saat melihat sebuah foto yang menggambarkan proses pengambilan air saat terjadi kebakaran dengan latar belakang Gereja.
Sebagai satu tempat yang kelak diharapkan dapat menjadi pusat edukasi warga, di beberapa titik terlihat banyak karyawan yang mempersiapkan setting tempat untuk meletakkan benda-benda. Menilik luas gedung yang sedemikian, koleksi benda-benda kuno selayaknya terus ditambah. Dulu setahu saya eks Toko Siola ini terdiri dari 3 lantai. Jika pihak Pemkot sedemikian jeli memanfaatkan seluruh ruangan yang ada, saya yakin museum ini tak hanya bisa jadi pusat edukasi saja, namun bisa jadi tambahan destinasi rekreasi baru bagi warga Surabaya dan sekitarnya. Saat meninggalkan lokasi, pengunjung tak hanya mendapat tambahan informasi tentang sejarah kota Surabaya saja, namun juga dapat menikmati sisi lain entertain museum yang menarik, menyenangkan, sekaligus mengenyangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar